Gunung Bromo merupakan gunung berapi aktif yang terletak di empat wilayah sekaligus yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Pasuruan. Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut. Nama Bromo sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu asal kata “Brahma” sebagai dewa utama dalam agama Hindu dan menjadi salah satu objek wisata favorit wisatawan mancanegara maupun domestik karena pesona keindahannya yang sudah tidak diragukan lagi.
Tepat pukul 04.00 menjelang subuh bus yang membawa saya sampai ke terminal penjemputan di daerah Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur perjalanan akan dilanjutkan menggunakan jeep hardtop mengingat jalur yang cukup ekstrim cenderung sempit serta menanjak dan berkelok.
Rata-rata wisatawan masuk melalui daerah ini maka dari itu jika musim libur atau menjelang weekend jalur ini akan sangat dipadati rombongan jeep tak ayal kemacetan di beberapa titik pun tak terhindarkan karena para wisatawan akan berlomba-lomba datang sepagi mungkin untuk berburu matahari terbit.
Jeep yang saya tumpangi membawa saya ke spot pertama yaitu mengejar matahari terbit dengan landscape Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru di penanjakan. Spot ini menjadi salah satu lokasi andalan wisatawan untuk berfoto dan menikmati suasana gunung bromo saat matahari mulai terbit dari ufuk barat.
Suhu dingin dikawasan penajankan tak bisa dianggap remeh suhu bisa mencapai 5 hingga 10 derajat celcius jari jemari seakan membeku seketika saat akan menekan tombol rana. Beruntung cuaca saat itu cukup bersahabat bromo tampil dengan gagahnya semeru pun seakan tak mau ketinggalan menampilkan pesonanya.
Setelah puas mengambil gambar saatnya mampir ke warung kopi yang berada di sekitar lokasi untuk sekadar menghangatkan tubuh yang sudah mulai mengigil. Kopi dan aneka gorengan menjadi perpaduan yang pas untuk memberi makan perut yang sudah mulai keroncongan.
Perjalanan pun berlanjut jeep pun membawa saya turun menuju hamparan pasir atau turis mancanegara biasa menyebutnya ‘The Sea of sand’. Hamparan pasir yang luas menyambut pandangan mata saya setibanya di lokasi, Beberapa penunggang kuda pun menghampiri menawarkan jasanya untuk mengatar para wisatawan yang baru saja tiba menuju tangga pendakian agar dapat menikmati kawah dari bibir gunung bromo.
Untuk yang tidak kuat berjalan kaki bisa memanfaatkan jasa ini dengan merogoh kocek kurang lebih tiga ratus ribu rupiah atau sesuai kesepatakan wisatawan tidak perlu repot-repot berjalan jarak jauh hanya perlu mendaki sedikit untuk sampai tepat di puncak atau bibir kawah gunung bromo.
Namun kali ini saya memilih untuk berjalan kaki sembari menikmati dan mengabadikan ragam aktifitas yang ada disini. Jika berjalan kaki waktu tempuh dari tempat parkir jeep menuju puncak bromo menempuh kurang lebih satu jam dengan catatan beristirahat tidak terlalu lama cukup jauh memang namun saya menikmatinya.
Tepat ditengah hamparan pasir berbisik dan dibawah kaki Gunung Bromo terdapat sebuah pura tempat bersembahyang umat hindu suku tengger yaitu Pura Luhur Poten. Masyarakat Tengger percaya bahwa Pura tersebut menjadi kediaman dari Isa Sang Hyang Widhi Wasa yang merupakan perwujudan dari Dewa Brahma. Sepeti yang diketahui Brahma merupakan tiga dewa besar dalam agama Hindu selain Siwa dan Wisnu.
Semakin siang matahari pun mulai meninggi menyebabkan suhu kian naik keringat mulai menetes ditemani debu yang berterbangan di sepanjang perjalanan saya terus berjalan hingga akhirnya tujuan akhir pun tiba.
Tepat di bibir kawah gunung bromo saya berdiri lelah seakan terbayar lunas oleh keindahan alam yang disuguhkan oleh Sang Hyang Widhi. Maka dari itu banyak wisatawan yang betah berlama-lama diatas sembari memandang keindahan panorama alam, berfoto, menghela nafas dan beristirahat.
Angin sepoi-sepoi menambah suasana kian sejuk di hari yang sangat cerah itu, Ini kali pertama saya mengunjungi bromo dan rasanya ingin kembali lagi di lain kesempatan.





















